Minggu, 22 Mei 2022

Surat 1

 

Sinta, kekasihku, tak bisa aku bayangkan betapa kesetiaanmu membawamu jatuh dalam jurang kekecewaan yang begitu mengoyak hatimu. Senja kala itu air mataku menetes tak terbendung Ketika pengabdianmu tak lagi diakui oleh kekasihmu. Engkau, pujaan hatiku, teriris luka oleh kekasihmu. Aku menunggumu sepanjang hayatku, kekasih, walaupun tak bisa aku capai hatimu walaupun sudah ku ketuk pintu langit ketujuh. Terlambatkah engkau menyadari bahwa dalam hati kekasihmu itu hanya diisi oleh dirinya sendiri. Aku, pemujamu, tak ada sedikitpun ruang untuk yang lain dalam jiwaku selain dirimu. Engkau adalah nafas bagi jasadku, darah pada nadiku, ilmu bagi kesadaranku. Segala yang aku jalani dalam ruang dan waktu ini tak lain dan tak bukan hanya tertuju padamu. Leyehkanlah segala beban hidupmu padaku, Sinta. Kehidupanmu yang amat singkat takkan mampu menampung kesedihanmu yang teramat panjang, kekasih.

Sinta, kekasihku, kepergianmu tak meneteskan air mata. Kepergianmu ternyata adalah kebebasanmu. Kemerdekaanmu menentukan pilihan hidupmu. Kejatuhanmu ke dalam jurang yang engkau gali itu ternyata bukanlah kematian. Itu adalah kehidupan sejati yang engkau nanti. Sudah berabad-abad engkau nantikan takdir ini. Setiap hal dapat direncanakan kekasih, tapi cintamu tak bisa kau tentukan kepada siapa engkau jatuh. Bukalah matamu lebar—lebar, saksikanlah kematianmu dalam tawa Bahagia, karena kematian itu adalah Pelepas segala duka yang engkau pertanyakan sepanjang hidupmu. Hikayatmu, kasihku, akan menjadi cerita paling menyedihkan sekalian membahagiakan semua yang mengetahuinya. Aku tak peduli kisahku dalam versi kekasihmu, yang aku tau hanyalah bagaimana kisah hidupku dipenuhi oleh segala tentangmu.

Jatuhlah padaku, ku tuntun engkau dalam keabadian penantian yang engkau tunggu. Perhatikan langkahmu, kekasih, tak sanggup aku melihat air matamu itu. Lihatlah langit itu penuh senyum menyambut kita, kekasih. Tak akan pernah kau lihat malam begitu terang menyinari kabut pada belenggu pupil matamu. Inilah aku kekasih, pendoamu, hakikat hidupmu, kau acuhkan aku, namun akan ku sambut engkau dengan senyum. Aku hapus air matamu kekasih dengan senandung merdu yang akan menggoncang jiwamu. Setiap putaran waktu terhenti saat ku lihat engkau menari mengikuti alunan irama yang aku sajikan untukmu kasihku. Diantara sunyi dan sepi tak ku bayangkan ada peraduan yang menyatukan antara langit dan bumi. Semua tak ada, kekasih, pada saat bersamaan, semua ada. Ada dan ketiadaan adalah bagaimana engkau dan aku kekasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar