Malam—malam terakhir
Ramadhan tahun ini begitu sangat menggugah suatu dialektika baru. Tanazalul malaikati
waruuhu fiha biidzni rabbihim min kulli amr. Diturunkan para malaikat dan ruh dengan
izin Tuhan untuk mengatur urusan.
Malam ini dibuka
dengan pambuko salam kepada Allah, Nabi Muhammad, serta para malaikat. Suguhan teh
serta banyaknya tembakau menghiasi ruang diskusi. Dibakar dan dihisap tembakau
dengan diiringi pertanyaan pembuka, “kalau
manusia bersuka cita menyambut bulan Puasa atau Ramadhan, mengapa Ketika hari
raya tiba mereka tidak bersedih melainkan bergembira?”.
Dihembuskan asap
tembakau dengan nufus, tan nufus, dilanjutkan dengan nafas dan tan nafas. Kemudian
sang guru balik bertanya, “apakah kamu haqqul yakin atau ainul yakin bahwa memang
manusia bersuka cita saat puasa tiba?”
Aku menjawab
dengan penuh keraguan, “saya pun tidak yakin mbah, apakah kita senang ibadah
puasanya atau hanya nuansa yang menghiasi bulan Ramadhan itu?, karena kalo memang
kita senang berpuasa untuk apa menanti tibanya Ramadhan, pun kalau suasana atau
nuansa Ramadhan yang kita sukai mengapa kita tidak bisa menganggap bulan—bulan lain
seperti bulan Ramadhan, rasanya tidak adil jika kita tidak menciptakan suasana Ramadhan
pada bulan—bulan lain”
Sang guru
menjawab, ”itulah keistimewaan
Ramadhan anakku, dia mampu menunjukkan sifat—sifat asli manusia, makanya kita
menamai hari raya setelah Ramadhan dengan nama Idul Fitri. Idul artinya Kembali,
fitri artinya semula atau fitrah manusia. Zakatnya dinamakan zakat fitrah.
Manusia dalam
dirinya memiliki banyak alat untuk hidup, ada jasad dan ruh. Jasad bisa kita simbolkan
dengan suatu kerajaan dan ruh sebagai pengatur kekuasaan atas kerajaan tersebut
atau Raja, dengan semua indranya sebagai suatu pintu gerbang. Akal sebagai
penasihat kerajaan, nafsu sebagai sumber ekonomi kerajaan atau pemungut upeti,
dan amarah sebagai tantara kerajaan. (Red: Kimia Kebahagiaan karya Imam Abu
Hamid Al Ghazali Bab Pengetahuan Diri)
Setiap hal
dibawah Raja dapat berlomba untuk menggulingkan raja. Pemungut upeti dapat
terus menerus memungut untuk dirinya sendiri dan jika dibantu dengan amarah
dapat terjadi suatu kudeta atas kerajaan tersebut. kalau begitu akan kacau balau kerajaan itu? Betul bukan?” aku menjawab, “Betul
Mbah”
“Nafsu manusia yang
terus menerus dituruti dapat menjadi suatu ancaman tersendiri bagi hidup
manusia, jadi sejatinya sangat sedikit manusia yang seneng Ketika disuruh
berpuasa. Coba sekarang saya tanya, kamu disuguhi beraneka macam makanan dan
minuman di depanmu, tapi kamu ga boleh mengonsumsinya sama sekali, misuh ora kowen?”
aku Kembali menjawab,”yo misuh lah aku, eman nemen akeh panganan tapi ra olih
dipangani”
“loh iku,
manusia itu aslinya memang tidak senang berpuasa, tapi Gusti Allah paham, kalo
kamu ga puasa bisa bisa nafsu nya manusia semakin membabi buta. Bisa—bisa manusia
terjerumus dalam suatu kasta yang lebih rendah dari binatang. Maka itu dari
banyak ayat kan dijelaskan, manusia diciptakan sebagai sebaik—baiknya ciptaan
namun diturunkan ke asfala safilin, kecuali orang—orang yang telah beriman dan beramal
shaleh. Dalam ayat lain disebutkan bahwa manusia benar—benar berada dalam
kerugian kecuali orang—orang yang telah beriman dan beramal shaleh.
Pada ayat lain Allah sendiri
menjelaskan bahwa bisa jadi kamu membenci sesuatu padahal itu adalah baik
untukmu dan bisa jadi juga kamu menyukai sesuatu padahal itu amat buruk bagimu,
Allah maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” Lanjut si Mbah.
“Berarti sejatinya seharusnya
manusia memang bersuka cita dengan adanya Puasa Ramadhan karena memang itu ditujukan
untuk kebaikan manusia itu sendiri?” aku Kembali bertanya.
“Harusnya seperti itu, tapi kamu sendiri
kan nggak, orang kamu aja beli buat makan aja susah toh? Buat apa puasa orang
sehari hari kamu sudah berpuasa karena keadaan. Hahahaha” tertawa si Mbah diiringi
tawa sebagian dari kami memecah keheningan malam.
“iya mbah, kita mah emang puasa hari
hari, selain menahan lapar kita juga menahan emosi sama bos—bos atau rekan kerja kita” aku tertawa
disambut dengan yang murid lain. “kalo orang—orang yang bilang Marhaban ya Ramadhan
dengan kata—kata suka cita menyambutnya gimana mbah?” yang lain bertanya.
“halah taek, wong pada senenge
mangan koh, ari nggolek duit pada rayahan wedi ora keduman koh ngomong Marhaban
Marhaban koyok kesenengan Ramadhan teka’. Tapi ya kita perlu juga berkhuznuzon
siapa tau dia memang seneng kedatangan Ramadhan. Seneng dapet libur, seneng jam
kerjanya dipotong, seneng dapet THR sama sembako” tawa kembali pecah.
“Kalo orang—orang itu seneng puasa,
wis pasti warung warung iku ari awan ora patia payu latan langka sing buka oh,
wonge pada puasa. Kan dalam hukum ekonomi kan gitu, kalo konsumen pada puasa
otomatis permintaan turun, permintaan turun jualan laku nggak? Tapi kan jualan
siang siang masih laku, berarti konsumen nggak turun, berarti orang—orang pada
ora Pu….?” Mbah nanya lagi. “Puasa” kami menjawab.
“kowen sing ngomong ya, guduk aku”
si Mbah Kembali guyon. “aku ya terus berkhuznuzon siapa tau ya kan, siapa tau permintaan
dari yang tidak berpuasa ternyata meningkat karena kasian sama mereka, takut
yang punya warung pada bangkrut akhirnya pada makan di warung siang—siang. Demi
anak istrinya si tukang warung menyambung hidup” si mbah tersenyum. Sejenak sebagian
kami menghisap tembakau bersama-sama. Si Mbah menyuruput teh nya.
“Jadi intinya hakikatnya puasa
dikhususkan agar manusia itu Kembali kepada fitrahnya, menjadi ahsani taqwin,
sebaik—baiknya ciptaan. Menjadi manusia yang mulia” lanjut si Mbah.
“Umat Nasrani, dalam kitab nya
meyebutkan bahwa Ketika ditampar pipi kiri maka berikan pipi kanan. Kita umat Nabi
Muhammad, Ketika ditindas kita berhak untuk membalas, tapi akan lebih mulia Ketika
kita berpuasa, seperti Kanjeng Nabi yang kalo disakiti ga pernah menyakiti
balik” Tutur si Mbah.
“lah kok berpuasa mbah? Ga makan ga
minum gitu?” tanya yang lain.
“Loh kamu jadi mengidentikkan puasa
hanya menahan makan dan minum tok? Hakikat puasa itu kan menahan diri, puasa paling
umum memang menahan diri untuk tidak makan dan minum, namun kan ada hal—hal lain
diluar makan dan minum yang dapat membatalkannya toh? Kalo kamu emosi kamu
batal kan? Itu makna puasa sejati. Yaitu menahan diri dari hal—hal yang
sebenernya kamu boleh melakukan namun demi kemuliaan, kamu memilih untuk
menahannya” Kami menghisap Kembali kretek kami.
“Jadi memang ibadah puasa itu
hitungannya khusus oleh Allah, kalo kamu Shalat, dunia letaknnya dibelakangmu,
ga boleh kamu madep dunia saat sholat. Kalo kamu zakat, dunia ada disisi mu,
kan ga mungkin kamu zakat tapi ga punya apa—apa kan? Masa kamu mau zakat tapi
ga ada yang bisa dibuat zakat. Nah Ketika puasa, dunia itu ada di hadapanmu, kamu
berhak atas dunia itu namun kamu ga boleh menikmatinya. Itulah kekhususan puasa”
lanjut si Mbah.
“dalam suatu ayat kan dijelaskan
bahwa kamu boleh membalas sesuai dengan apa balasan yang setimpal, namun kalo
kamu bersabar maka itu lebih baik. Itu juga berarti kamu berpuasa” tutur si
mbah.
“lalu kalo kita ditindas dan
berpuasa terus kapan kita buka nya mbah?” tanyaku.
“kalem, Allah sendiri menyebutkan
pada ayat lain, Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka,
melainkan Allah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah
yang melempar. dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan
kemenangan yang baik. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
“Allah itu bersama orang—orang yang
sabar. Paham toh koe, sing penting iku sabar, akeh akeh maca surah an—nas. Uwis”
Teh kemudian ku sruput.
“Allah itu penuh dengan matematika,
penuh perhitungan, penuh qadar. Ga mungkin Allah itu membuat sesuatu tanpa
sebab akibat. Ada runtutan—runtutan serta konstelasi dalam ketetapan Allah. Kita
sebagai orang beriman harus haqqul yakin akan hal itu. Kita pedomani betul
ihdinas sirathal mustaqim. Kita mohon terus petunjuk dari Allah. Biar kita itu
mendapatkan jalan seperti orang—orang yang diberikan kenikmatan bukan jalannya
orang—orang yang dilaknatI oleh Allah.”
“Trus Kembali ke pertanyaan tadi
mbah, hubungane suka cita puasa sama kegembiraan hari raya gimana?” aku Kembali
bertanya.
“Loh tadi sudah tak jelaske toh. Awakmu
sebenere ora seneng puasa. Tapi karena Gusti Allah yang nyuruh koen lakoni
dengan sepenuh hati toh, koen lakoni sesuai ajarane kanjeng nabi toh. Berarti kan
mergo ora seneng puasa tapi karena kamu cinta sama Allah dan rindu dengan
Nabi maka kamu lakukan puasa itu dengan penuh kecintaan dengan berharap supaya kamu
itu bertaqwa. Terus kalo gitu boleh ga kita bersuka cita saat hari raya. Ya hari
raya itu berarti kita merayakan sesuatu kan? Trus apa yang kita rayakan? Gitu kan
pertanyaanmu? Karena kamu seneng dengan puasamu, karena kamu tau apa arti
puasamu, karena kamu paham kenapa Allah menyuruhmu berpuasa, maka kamu akan
paham apa itu idul fitri, apa itu Kembali ke fitrah, maka dari itu kesenangan
hari raya idul fitrimu harus merupakan satu kesatuan atas kebahagian
berpuasamu. Jangan kamu malah seneng hari raya karena kamu besoknya ga harus berpuasa,
karena kamu bisa ngopi pagi pagi dan makan ketupat, kalo kamu mengartikannya
begitu ya Bulan Ramadhan kalo bisa ngomong sama kamu, udah pasti misuh karo koe,
taek koen iku, jarene seneng ono aku kok yo aku tinggalke koen malah seneng
jancuk, ngono mungkin kalo Ramadhan bisa ngomong”
“Jadi anak—anakku sekalian, kalo
kalian tertindas memilih untuk berpuasa, akan tiba hari raya untuk kita semua, akan
disuruh kita untuk berbuka puasa dengan penuh kenikmatan dan suka cita sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari puasa. Kecintaan kita untuk berpuasa
merupakan kesadaran kita untuk menahan banyak hal yang tidak perlu kita umbar—umbar
dan lakukan, karena Allah sendiri yang akan memberi kita berbuka sebagai mana
surah al-insyirah, akan diberikan kita kemudahan walaupun itu adalah kesulitan,
akan dilapangkan dada kita, akan ditinggikan derajat kita, akan dibuat kita
menikmati hak kita untuk berbuka, caranya adalah wa ilaa rabbika far ghab, dan
hanya kepada Tuhan lah kita semua berharap. Maka dari itu aku berucap selamat
berhari raya, semoga kemenangan terus menyertai kita dengan semangat puasa karena
lillahi Ta’ala”
Dijawab tuntas pertanyaanku malam ini
dengan dialektika dengan si Mbah. Takbir bergema dengan suka cita karena
kebesaran Allah yang Maha Rahmaan Rahiim kepada Hamba-Nya. Segala puji bagi
Allah yang telah menyuruh berpuasa dan tercurahkan keselamatan kepada Nabi
Muhammad karena uswatun hasanah dalam berpuasa. Semoga kemenangan ini Kembali membawa umat Manusia Kembali kepada fitrahnya sebagai khalifah di Bumi dan Iblis menjadi salah
karena mempertanyakan penciptaan Manusia dengan menganggap manusia hanya
sebagai perusak dan hanya senang mempertumpahkan darah.